My Mother
Aku terlahir dari seorang wanita mulia bernama Ibu. Seorang wanita yang kukenal sebagai sosok yang kuat, sabar, dan tabah. Wanita yang kuanggap sebagai penyejuk kehidupanku. Sudah hampir 15 tahun ini Ibuku bekerja keras sebagai penjual makanan dirumah untuk menafkahi keluargaku. Seorang Ibu menafkahi keluarga? Mengapa bukan Bapak? Seketika berderet pertanyaan akan muncul dibenak. Bapakku hanyalah seorang sopir pribadi yang sudah berkepala lima dengan SIM A yang sudah habis masa berlakunya sejak setahun yang lalu. Meskipun begitu, beliau tetep bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga dengan bekerja ala kadarnya atau bisa disebut kerja serabutan, membantu Ibuku. Tetapi utamanya, tetaplah Ibuku yang bekerja tiap hari, berjualan di kompleks perumahan, menjajakan makanan kecil yang ia buat sendiri.
Beliau sangat telaten dalam membuat makanan ini. Makanan yang ia jajakan setiap pagi, yang juga merupakan suguhan sarapanku dipagi hari. Aku tak pernah merasa malu dengan profesi ibuku yang hanya penjual kue, karena disamping itu ia telah mengajarkanku banyak hal yang berarti untukku.
“Hidup ini butuh perjuangan nak. Peluh dan ketabahan kita setiap detik akan selalu dihargai oleh Allah. Dan ibu yakin suatu saat perjuangan keras kita ini akan mendapatkan balasan yang setimpal atau malah lebih. Namun, apapun keadaannya kita harus selalu bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah. Dan ingat, Ibu selalu tulus melakukan ini semua untuk anak-anak ibu.”
Ya tuhan! Begitu bijak perkataan ibu, ketika aku bertanya mengapa dia rela setiap hari harus bangun sebelum subuh tiba, lalu mulai membuat berbagai macam jenis roti untuk dijual. Lalu setelah itu ia akan berkeliling, berjalan kaki, berpanas-panasan, hanya untuk menghidupi anak-anaknya. Air mataku sampai menitik mendengar itu. Ternyata begitu besar perjuangan Ibu dari masa dulu sampai sekarang ini. Selama 15 tahun berjualan makanan, itu bukanlah waktu yang sebentar. Dari sinilah aku dapat mengambil ilmu yang beliau ajarkan, ilmu tentang sebuah perjuangan hidup yang panjang. Perjuangan seorang wanita mulia hanya untuk anak-anaknya. Dan air mataku semakin deras mengalir. Oh ibu… bagiku kau adalah pahlawan hidupku, lentera jiwa dikala aku lemah tak punya pegangan, dan sosok malaikat dikala aku haus kasih sayang.
Ini sepenggal kisahku, kejadian ini aku alami pada waktu kelas 2 SD. Pada waktu sore hari, aku sedang duduk bersama temanku. Waktu aku ngin turun dari tempat duduk, celana ku terkena paku lalu aku terjatuh dan tanganku terkena badanku, yang waktu itu aku masih gendut.Kejadian itu membuat tangan kiri ku retak. Pada saat itu ibuku masih dipasar, lalu tetanggaku menyusul ke pasar untuk memberitahu kejadian tersebut kepada ibuku. Ibuku mendengar kejadian tersebut, lalu langsung meninggalkan barang belanjaannya lalu menuju ke rumah. Pada waktu itu ekonomi dikeluargaku masih tahap berjuang, ayahku sedang bekera diluar kota.
Selama 3 bulan lamanya ibuku selalu menemani pengobatan di sangkal putung tempatnya juga jauh dari rumahku kira-kira 1 jam perjalanan. Pernah pada waktu itu hujan sangat lebat dan jalan pada banjir. Tapi ibuku tetap mengantarkanku ke sangkal putung. “ Sungguh pengorbanan yang sangat mulia”. Elum lagi ibuku selalu menungguku dari berangkat sampai pulang sekolah sampai 3 bulan. Dia khawatir aku kenapa – kenapa. Pada waktu awal sekolah, teman-temanku langsung bergerombol mendekatiku. Ibuku saat itu terlhat cerewet “ Awas jangan terkena tangannya nanda ya” padahal ibu dirumah begitu lembut, hehe..
Ibu selalu menjagaku dengan kasih sayangnya. Itu yang membuatku selalu hangat berada didekat ibuku. Ibuku juga mempunyai impian agar mempunyai anak solehah dan tidak sombong. Dengan impiannya tersebut beliau menyekolahkanku di Nasima. Alhamdulillah semenjak disini ibadahku jadi lebih rajin. Aku juga tersentuh dengan perjuangan orang tuaku menyekolahkanku disini. Bagiku ibu adalah segalasegalasegalanyaaaaaaaaa..
LOVE YOU SO MUCH MOM :* muaaaaaaaaaachhhhhh :* :* :* :D
Komentar
Posting Komentar