PUPUS
PUPUS
Pagi ini aku kira adalah hari yang sangat menyenangkan. Tapi keyakinan ku
berubah saat dia menghubungiku. Hari ini adalah hari jadiku dengannya yang ke
satu tahun. Awalnya aku ingin memberikan kejutan untuknya dengan menyiapkan
makan malam yang romantis di sebuah restoran. Aku benar-benar sudah
mempersiapkan dinner ku dengannya dari jauh-jauh hari. Tiap pulang sekolah, aku
mencari-cari tempat makan malam yang cocok untukku dengannya. Akhirnya temanku
merekomendasikan sebuah tempat yang menurutku benar-benar romantis. Dan hari
ini lah waktunya. Akan tetapi semuanya berantakan. Hari ini menjadi hari yang
sangat menyebalkan untukku. Aku benar-benar benci hari ini. Aku berharap ini
mimpi dan tidak benar-benar terjadi. Sungguh, aku tidak mau kejadian ini
terjadi hari ini ! ini seperti mimpi buruk di siang bolong. Entah apa yang ada
difikiranku saat dia mengatakan itu padaku. Marah, kesal, sedih, semua jadi
satu. Rasanya kemarahanku dan kekesalanku sudah mencapai titik puncak. Semua
yang awalnya baik-baik saja, kini menjadi hacur berantakan. Ya Tuhan, kenapa
ini terjadi padaku ??? Aku benar-benar mencintai dan menyayanginya. Tapi
mengapa dia memutuskan hubungan ini di saat hari jadi kita yang pertama ? Kemarin
aku dengan dia baik-baik saja. Tak ada masalah yang membuat kita bertengkar
hebat.
Baru saja kemarin dia mengatakan kalau dia sangat menyangiku. Tetapi apa
yang dia ungkapkan kemarin seperti tak ada artinya. Aku benar-benar tidak
terima dia memutuskan hubungan ini tanpa alasan yang jelas. Hari ini aku
mengajaknya untuk membicarakan hal ini di taman dekat sekolahanku. Dia pun tak
menolaknya. Hari ini sepertinya tak ada gairah untukku pergi keluar rumah.
Tetapi demi mendapatkan alasan yang tepat mengenai keputusannya, akhirnya aku
segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dengan pakaian yang asal kuambil
dari lemari, rambut yang ku sisir asal. Sangat-sangat tak ada gairah untuk
berpenampilan rapih seperti biasa. Sampai-sampai aku pun tak sadar kalau sepatu
yang aku kenakan berbeda model dan warna. Ketika aku keluar dari kamar, semua
orang yang berada diruang tengah pun memperhatikanku yang berbeda dari
sebelumnya. Sampai-sampai adikku yang masih berumur 1tahun mengatakan kalau aku mirip badut yang
berada di film kartun kesukaannya.
Aku pun tak menanggapi apa yang mereka katakan tentangku hari ini. Mamahku
pun menghampiriku dan mengatakan “Kamu lagi sakit ?”. Dalam hati aku menjawab
“Iya sakit hati, karna di putusin orang yang aku sayang”. Melihatku hanya
terdiam dan tak menjawab pertanyaannya, mamahku pun menarik tanganku dan
menyuruhku duduk di sofa. Papahku yang hari ini libur bekerja, berniat untuk
mengantarku pergi ke sekolahan. Melihat kondisi ku yang tak seperti biasanya,
mamah dan papahku khawatir jika membiarkanku pergi ke sekolahan sendirian.
Papahku bertanya “Kamu kenapa sih ? Sakit ? Kalau sakit mending ga usah ke sekolahan”. Dengan lesunya, aku
menjawab “Gak kok Pah. Aku gak apa-apa”.
Mamahku beranjak dari sofa dan masuk kedalam kamarku. Keluar dari kamar,
ternyata mamahku membawa kaca mata dan sisir. Mungkin karna rambutku yang
sangat berantakan hingga akhirnya mamahku merapihkan rambutku layaknya seperti
anak SD yang hendak berangkat sekolah. Ada sedikit perasaan malu pada diriku
sendiri dan adikku. Karena sudah sebesar ini aku tidak bisa merawat diri hanya
karna diputusin oleh pacarku. Aku pun mengambil sisir itu dan merapihkan rambutku sendiri. Karena saking
tidak fokusnya, aku sampai lupa membawa kaca mataku. Kaca mata adalah barang
mutlak yang harus aku bawa. Karena tanpa kaca mata aku tidak bisa beraktifitas
dengan baik. Aku langsung memeluk mamahku yang sangat perhatian pada ku.
Setelah semuanya rapih, aku langsung berpamitan untuk pergi ke sekolah. Aku
pergi ke sekolah menggunakan sepeda motor kesayanganku yang di berikan kakak saat
ulang tahunku yang ke 14.
Beberapa saat kemudian, aku sampai di sekolahan. Tanpa
berlama-lama aku langsung pergi ke taman untuk menemui Zilda. Ya, Zilda lah
nama orang yang aku sayangi. Dia yang sudah menemani hari-hariku selama 1 tahun
ini. Tetapi dia juga yang membuat hariku saat ini menjadi hancur berantakan.
Dari sudut kanan taman, aku sudah melihat Zilda dari kejauhan. Aku tidak tau,
apa aku sanggup untuk berbicara pada seseorang yang akan berhenti menyayangiku.
Aku berharap ini mimpi. Langkah demi langkah aku berjalan menghampiri Zilda.
Dan akhirnya, Zilda melihatku yang saat itu langsung duduk disampingnya. Aku
tak berani menatapnya. Pandanganku hanya lurus kedepan. Aku sadar saat ini
Zilda sedang menatapku. Tetapi sedikitpun aku tak berani menoleh kearahnya.
Waktu sudah berjalan 15 menit. Dan selama 15 menit tak ada pembicaraan
diantara kita. Dengan gugupnya dan dengan perasaan terpaksa, aku pun memulainya
“Zilda”. Dengan suaranya yang lembut, Zilda pun menoleh kearahku dan menjawab
“iya”. Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung masuk kedalam inti pembicaraan
“kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku? Apa alasannya ?”. dengan tenangnya, Zilda
menjawab “sebelumnya aku minta maaf Nan. Aku benar-benar sangat terpaksa
melakukan hal ini. Ini bukan kemauanku. Tetapi ini demi kebaikan kita. Kita
berbeda keyakinan. Sejak awal aku bertemu kamu, aku berharap aku tidak akan
menyukaimu. Tetapi semuanya berbalik. Aku bukan hanya menyukaimu. Tetapi aku
sudah menyayangimu”. Mata ku sudah berkaca-kaca mendengar semua ucapan dari
Zilda. Aku masih belum menemui jawaban mengapa dia memutuskan hubungan ini
setelah setahun pacaran. Aku pun bertanya lagi “Jadi apa alasannya?”. Sambil
menghela nafas, Zilda kembali menjelaskan alasannya dia memutuskan hubungannya
denganku “keluargaku belum bisa menerima perbedaan kepercayaan kita”.
“ Menurut keluarga besarku, hubungan yang
didasarkan dari perbedaan kepercayaan, tidak akan berjalan baik. Jadi daripada
aku memaksakan ke egoisanku untuk mempertahankan hubungan yang tidak di restui
oleh orang tua, lebih baik aku memutuskannya sekarang sebelum semuanya
terlambat dan perasaanku berubah menjadi cinta” kata Zilda. Kali ini air mataku
sudah benar-benar jatuh membasahi pipiku. Aku tak menyangka kepercayaan yang telah menjadi
penyebabnya. Aku tak menjawab apapun. Aku masih terdiam dalam perasaanku yang
tercampur aduk. Aku tertunduk sambil menahan air mata ku yang semakin lama
semakin deras membasaki pipiku. Tiba-tiba Zilda mengangkat wajahku yang sejak
tadi tertunduk. Zilda menghadapkan wajahku dengannya. Tetapi aku tetap tidak
kuasa melihat mata seseorang yang aku sayangi. Zilda. menghapus air mataku
dengan tangannya yang lembut. Tetapi aku menahan tangannya. aku mengatakan
padanya.
“jangan, jangan di hapus. Biarkan air mata ini meringankan kesedihanku.
Saat ini aku tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa aku lakukan hanya menangis.
Kerena dengan inilah bebanku bisa sedikit berkurang. Aku tidak akan memintamu
untuk kembali padaku. Karena aku tidak mau, kamu kembali padaku hanya karna
kasihan melihatku yang masih sangat menyayangimu. Mungkin aku butuh waktu untuk
menyembuhkan lukaku. Tetapi aku yakin, suatu saat aku pasti bisa bangkit dari
kesedihan yang aku rasakan saat ini. Aku hanya ingin berterima kasih padamu
karena telah menjadi bagian dari hidupku selama setahun ini. Kamu telah
menuliskan bait-bait keindahan dalam hatiku. Meski menghapus itu semua tidak
semudah menghapus tulisan dalam kertas. Tetapi aku yakin dengan bersih aku akan
menghapus namamu dalam hatiku”. Mendengar semua yang dikatakan oleh ku, dia
tidak bisa menjawab apa-apa lagi. dia hanya memberikan secarik kertas untuk ku.
Aku pun membuka kertas itu. Dan ternyata kertas itu berisi gambar mereka saat
mereka bertemu pertama kali ditaman ini. Dia pun mengatakan “Kamu ingat ketika
pertama kali kita bertemu. Kita bertemu tepat hari ini dan ditempat ini pula.
Dan sejak kita sedang berkenalan di bangku yang saat ini kita duduki bersama,
ada seorang pelukis cilik yang menggambar sketsa wajah kita di depan pohon itu.
Tanpa kamu ketahui, aku meminta gambar itu pada pelukis cilik itu. Dia pun
memberikannya denga syarat aku memberikan jaket yang aku pakai saat itu. Dan
asal kamu tau, itu adalah jaket kesayanganku. Jaket yang di berikan mendiang
nenekku seminggu sebelum dia wafat. Tetapi aku berani memberikannya hanya untuk
mendapatkan gambar itu. Dan aku pernah berjanji pada diriku sendiri, kalau aku
akan memberikan gambar itu untukmu pada saat hari jadi kita yang ke 1 tahun.
Anggaplah ini kenang-kenangan dariku. Tolong di simpan. Dan aku harap jangan
pernah kamu membuangnya”. Aku pun mengamati setiap coretan pensil yang terlukis
dalam sketsa wajahnya. Tetapi seketika, aku mengembalikan gambar itu padanya.
Dia pun memohon padaku untuk tidak mengembalikannya lagi. Zilda berkata “Aku
tau, kamu pasti saat ini membeci ku karena keputusanku saat ini. Tetapi aku
mohon, simpan gambar ini sebagai kenangan-kenangan dariku. Sebenci apapun kamu,
aku mohon jangan pernah membuang kertas itu. Jangan pernah merobeknya dan
jangan pernah merusaknya”. Aku merasa ucapannya saat itu benar-benar sangat
tulus. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk menerimanya dan berjanji akan terus
menjaga gambar itu. Ketika aku hendak pergi dari taman itu, Zilda menarik
tanganku dan langsung memelukku. Entah apa yang aku rasakan, tak ada lagi rasa
benci dalam hatiku saat Zilda memelukku dengan eratnya. Aku merasa kalau Zilda benar-benar
mencintaiku dan tidak mau kehilanganku. Aku merasakan sesuatu yang berbeda saat
Zilda memelukku.
Hatiku berkata ada sesuatu yang sedang ditutupi dari Zilda. Entah mengapa,
aku begitu yakin. Sesuatu itu yang membuat Zilda memutuskan hubungannya denganku.
Tetapi ya sudahlah, mungkin aku dengan Zilda tidak di takdirkan untuk bersama.
Setelah beberapa saat kemudian, dia melepaskan pelukannya padaku. Dan aku
merasakan sesuatu yang ganjil lagi saat dia melepaskan pelukannya. Aku
merasakan, kalau ini akan menjadi pelukan yang terakhir. Ya, ini akan menjadi pelukan
yang terakhir. Ya Tuhan, apa yang sedang aku fikirkan. Mungkin ini karena aku
terlalu mencintainya sehingga aku memikirkan apa yang tidak harus aku fikirkan.
Mungkin ini hanya perasaanku saja. Saat aku perhatikan wajahnya, Zilda sangat
berbeda. Dia terlihat pucat. Tetapi aku tidak akan bertanya padanya. Aku pun
langsung berpamitan padanya karena satu jam lagi kelasku akan dimulai. Zilda
pun mengatakan sebelum aku pergi “aku pamit”. Dan aku hanya menjawabnya singkat
“iya”. Kami berdua pun pulang berbeda arah. Aku pergi memasuki sekolahan. Dan
dia pergi menuju mobilnya.
Di dalam mobilnya, ternyata dia tidak meyetir mobil sendiri seperti biasa.
Dia diantar oleh supirnya. Ketika memasuki mobilnya, tiba-tiba kepalanya terasa
pusing dan pandangannya seperti kabur. Dia tidak dapat melihat dengan jelas.
Supir yang sedang bersamanya pun bingung harus bagaimana. Akhirnya supirnya
membawa Zilda ke rumahnya. Setelah sampai dirumahnya, supirnya langsung memanggil
asisten rumah tangga yang lainnya untuk membantunya memopong dia masuk kedalam
kamarnya. Mamahnya yang saat itu sedang
berada diruang tamupun langsung panik melihat kondisi anaknya yang kembali
ngedrop. Mamahnya pun menyuruh supirnya untuk membawa masuk Zilda kedalam
kamarnya. Lalu mamahnya langsung
menelepon dokter yang biasa menangani Zilda. Beberapa jam kemudian, dokterpun
sampai dirumahnya. Dokter langsung memeriksa keadaan Zilda. Sungguh sangat
mengejutkan, Zilda yang selama ini mengidap sakit Kanker Otak memasuki stadium
akhir. Ini benar-benar sangat cepat dari perkiraan dokter sebelumnya.
Kondisi fisiknya yang memang lemah juga sangat mempengaruhi tingkat
perkembangan penyakitnya. Dokter meyarankan agar keluarga membawa dia ke rumaah
sakit. Karena peralatan dirumah sakit jauh lebih lengkap. Tanpa berlama-lama Ia
langsung di bawa kerumah sakit menggunakan ambulance. Zilda yang juga mempunyai
penyakit jantung, saat itu dadanya juga mulai agak sesak. Dan pernafasannya di
bantu oleh tabung oksigen dan berbagai alat medis yang menempel di dadanya.
Namun saat perjalanan menuju rumah sakit, kondisinya pun semakin menurun.
Dadanya semakin tak kuat untuk membantunya bernafas. Dia terus-terusan
memanggil-manggil nama ku. Air mata mamahnya tak kuat menahan kesedihannya melihat anaknya
yang sedang melawan penyakitnya. Sepanjang perjalanan dia hanya menyebut nama
ku. Dokter pun menyarankan untuk membawaku kerumah sakit. Siapa tau dengan
kedatanganku, kondisinya akan kembali membaik. Tetapi mamahnya tidak tau siapa
itu aku. Lalu supir yang tadi menemani Zilda, teringat akan sosok lelaki yang
tadi berbicara pada Zilda. Supirnya itu yang juga ikut di dalam ambulance
mengatakan pada mamahnya “Maaf bu, mungkin yang di maksud tuan itu adalah lelaki yang tadi dia temui di
taman”. Mamahnya pun menjawab “ya sudah, setelah sampai dirumah sakit, kamu antar
saya menemui lelaki itu”. Supirpun hanya mengangguk. Tak lama kemudian, mereka
pun sampai dirumah sakit. Zilda langsung di bawa pihak rumah sakit keruang ICU.
Kondisinya sudah benar-benar kritis. Mamahnya dan supirnya langsung pergi
menuju taman yang dimaksud supir. Lalu tak lama kemudian, mereka berdua sampai
ditaman itu. Dengn perasaan yang sedang panic, mamahnya sibuk mencari gadis
yang dimaksud supirnya nya itu. Lalu mamahnya berkata “Mana lelaki itu?”. Supirnya pun menjawab “Mungkin lelaki yang
ditemui oleh tuan itu sekolah di sekolahan itu bu”. Akhirnya mereka berdua pun menungguku di
taman itu.
Hemm, sepertinya guru tidak datang hari ini. Seharusnya kelas dimulai sejak
15 menit yang lalu. Di dalam kelas, aku terus memikirkan tingkah laku Zilda
yang berubah drastis. Aku tidak habis fikir, kemarin kita masih bercanda-canda.
Tak ada masalah yang membuat kita bertengkar. Bahkan aku rasa, dia kemarin
sangat-sangat romantis dibandingkan hari-hari sebelumnya. Tetapi mengapa hari
ini dia memutuskan hubungan tanpa alasan yang masuk akal. Apa yang sebenarnya
terjadi? Banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin aku tanyakan padanya. Tetapi
aku tidak kuasa berlama-lama berhadapan dengannya. Tuhan, aku masih sangat
menyayanginya. Dia orang yang selama ini memberikan warna yang indah dalam
hidupku. Aku mecintainya dan tak mau kehilangannya. Aku harap ini benar-benar
mimpi. Jika ini mimpi, aku ingin cepat-cepat bangun dari mimpi buruk ini. Aku
masih teringat sebulan yang lalu saat hari ulang tahunku. Dia menyiapkan
kejutan untukku. Dan bagiku itu adalah perayaan ulang tahun yang terindah
selama aku hidup.
Ada pesta kembang api, dinner romantis, dan kalung itu. Dan aku masih ingat
ketika kita pergi ke sebuah pantai daerah Semarang, malam harinya aku dan dia
sama-sama berjanji untuk tetap setia, dan menjaga hubungan ini sebaik-baiknya.
Dia juga pernah mengatakan untuk saling terbuka satu sama lain. Bila ada
masalah harus di bicarakan berdua agar tidak ada kesalah pahaman antara kita. Tetapi apa yang dia
ucapkan, dia ingkari sendiri. Tanpa ada pembicaraan apapun, dia langsung
memutuskan hubungan ini. Ketika aku sedang memikirikannya, tiba-tiba teman
sekolahku datang dan mengatakan kalau guru hari ini tidak datang. Dan tanpa
berlama-lama, aku pun langsung keluar kelas dan memutuskan untuk pulang.
Sebelum pulang, terlebih dahulu, aku pergi ke kantin sekolahan untuk membeli
minuman. Tak sengaja aku lihat foto itu ketika aku henak membayar minuman itu.
Yaa, foto yang mungkin membuatku tambah sakit hati. Fotoku bersama Zilda yang
terpampang di dalam dompetku. Entah mengapa kakiku menjadi lemas dan tak kuasa
untuk berdiri. Aku pun duduk sebentar di kantin. Aku memperhatikan foto itu
dalam-dalam. Aku perhatikan setiap lekuk wajahnya dalam foto itu. Aku merasa
sangat aneh. Aku merasa saat ini Zilda sedang memanggil-manggil namaku. Aku
merasa dia saat ini sedang membutuhkanku. Ah tetapi mana mungkin, baru tadi
pagi aku bertemu dengannya. Dia tidak terlihat sedang membutuhkanku. Mungkin
ini hanya perasaanku saja. Sudah sekitar 10 menit aku terduduk di kantin. Aku
rasa, aku sudah bisa berdiri dengan kuat. Dan aku keluar dari kantin dan
memutuskan untuk pulang kerumah. Ketika aku keluar dari kampus, sepertinya ada
seseorang yang memanggil-manggil namaku. Aku berhenti sejenak, dan menoleh
kesegala arah untuk melihat panggilan itu. Dan ternyata benar, ada seorang
laki-laki dan perempuan yang memanggilku di taman samping sekolah ku. Akupun
menghampirinya. Wanita itu bertanya padaku “Nama kamu Nanda ya?”. Aku heran,
mengapa wanita itu kenal dengan ku. Lalu laki-laki yang berada disamping wanita
itu mengatakan “Nah ini bu yang tadi ngobrol sama Tuan di taman ini. Saya masih
ingat dengan wajahnya yang oriental”. Ah laki-laki itu menyebut nama Zilda.
Sebenarnya wanita ini dan laki-laki disebelahnya itu siapa? Mengapa dia
mengenal Zilda dan aku ? Wanita itu mungkin tau, kalau aku sedang bingung memikirkan
mereka yang tiba-tiba saja mengenaliku. Lalu wanita itu menyuruhku duduk dan
menjelaskan semuanya “Saya ini mamahnya Zilda”. Aku pun kaget, ternyata saat
ini aku sedang berbicara dengan mamahnya Zilda. Ada sedikit perasaan takut
dalam dirikiku. Apa dia menemuiku untuk menyuruhku menjauhi Zilda karena
perbedaan kepercayaan itu. Lalu aku pun menjawabnya “Ada apa ya tante menemui
saya?”.
Mamahnya Zilda pun menjawab dengan mata yang berkaca-kaca “Apa kamu
pacarnya Zilda?”. Aduh aku bingung harus menjawab apa. Sambil menghela nafas,
aku berkata yang sebenarnya “Saya memang pernah berpacaran dengan Zilda. Tetapi
tadi pagi tiba-tiba Zilda memutuskan hubungan ini”. Hal yang benar-benar tak ku
sangka, mamahnya Zilda langsung memelukku. Aku tak mengerti sebenarnya apa yang
terjadi. Aku pun kembali bertanya “Sebenarnya ada apa ya tante?”. Mamahnya
Zilda melepaskan pelukannya padaku dan berkata “Kamu harus ikut tante sekarang
kerumah sakit”. Apa? Rumah sakit? Siapa yang sakit? Itulah pertanyaan yang ada
dalam fikiranku. Ketika aku hendak menjawab, tiba-tiba mamahnya Zilda langsung
menarik tanganku dan membawaku masuk kedalam taxi. Aku hanya bisa terdiam dan
sebenarnya banyak pertanyaan yang masih ada dalam otakku. Tetapi aku lebih
memilih diam dan tidak bertanya apapun. Aku yakin pasti nanti ada jawabannya.
Di dalam taxi, mamahnya Zilda terus memegang tanganku dengan erat dengan
sesekali dia menghapus air matanya. Tiba-tiba aku langsung berfikir “Ada apa
dengan Zilda? Apa dia yang sakit? Apa kecelakaan? Oh Tuhan semoga ini salah”.
Setelah sampai rumah sakit, aku langsung dibawa oleh mamanya Zilda ke lantai 4
dan langkah kakinya membawaku kedepan ruang ICU. Aku pun melihat seseorang yang
berada dalam ruang ICU itu lewat jendela kecil yang berada di dekat pintu. Ya
Allah, itu dia Zilda. Dia yang ada didalam ruang ICU itu. Kakiku langsung lemas
dan tak kuat untuk berdiri. Air mataku mulai jatuh membasahi pipiku. Sebenarnya
apa yang terjadi pada Boy? Mengapa dia terbaring didalam ruang ICU ?. mamahnya
Zilda pun mengangkatku yang saat itu sedang terduduk lemas di depan pintu ruang
ICU.
Perlahan-lahan mamahnya Zilda mulai menjelaskannya tentang apa
yang sebenarnya terjadi “Nan, selama ini Zilda sakit. Dia sakit Kanker Otak
sejak 15 Bulan yang lalu (1,5 tahun). Kondisi fisiknya yang lemah membuat
kesehatannya semakin menurun. Tetapi sejak setahun belakangan ini, kondisinya
mulai membaik. Dan tante yakin ini semua karena kamu. Kamu yang membuat dia
kuat menjalani sakit yang di deritanya. Sejak dia di vonis dokter terkena
kanker otak, dia selalu murung dan tidak pernah tersenyum. Tetapi sejak setahun belakangan ini, dia
kembali menjadi Zilda yang dulu. Zilda yang ceria dan penuh semangat. Bahkan
dia rutin menjalani kemoterapi yang sebelumnya tidak mau dia jalani. Dan tante
juga yakin, kalau dia melakukan hanya untuk kamu. Alasan dia untuk sembuh dan
tetap hidup adalah kamu Nan. Maaf kalau baru kali tante mengenal kamu. Karena memang, dia tidak pernah
menceritakan sosok kamu kepada tante”. Ya Allah, kini baru terjawab semua
pertanyaan ku. Inilah yang membuat Zilda memutuskan hubunganku dengannya.
alasan perbedaan kebudayaan dan terganjalnya restu orang tua itu hanyalah
kebohongan untuk menutupi alasan yang sebenarnya. Tetapi mengapa dia tidak mau
terbuka tentang penyakitnya padaku? Harusnya jika dia menganggapku sebagai
pacarnya, dia pasti menceritakannya.
Ketika aku sedang berbicara pada mamahnya, tiba-tiba dokter keluar dari
ruang ICU dan menyuruh semua orang terdekat untuk masuk ke dalam ruang ICU.
Perasaanku semakin takut. Aku takut kehilangannya. Aku, mamahnya, dan papahnya
Zilda yang baru saja datangpun langsung masuk kedalam ruang ICU dengan
menggunakan baju khusus. Semuanya menangis didalam sana termasuk aku.
Dokter mengatakan kalau Zilda yang juga mempunyai penyakit jantungpun sudah
benar-benar dalam keadaan kritis. Harapannya untuk hidup sangatlah sedikit. Ya
Allah tolong lindungi dia. Berilah keselamatan untuknya. Semakin lama semakin
menurun kondisi kesehatannya. Dan sampai akhirnya, detak jantung yang terbantu
melalui alat medispun terhenti. Zilda telah meninggal dunia di hari jadiku
dengannya yang pertama.
Aku benar-benar tak menyangka ini juga akan
menjadi hari terakhirku bersamanya. Semua orang yang berada diruang ICU
,menangis. Aku benar-benar tak menyangka, pertemuanku tadi pagi dengannya dan
pelukannya pagi itu adalah ucapan selamat tinggal untuk selama-lamanya. Dalam
hati aku mengatakan sambil meneteskan air mata dan memegang tangan jenazahnya
“Zil, selamanya kamu akan tetap berada di hatiku. Meskipun ragamu kini sudah
tiada, tetapi kenanganmu akan selalu abadi dalam hati dan fikiranku. Bagiku,
kamu tidak akan pernah pergi. Kamu selalu ada didalam hatiku”.
Komentar
Posting Komentar